Cari Blog Ini

Kamis, 21 April 2011

Seputar LINUX

Milad
kelahiran Linux mulai ramai
diperingati bulan April ini.
Berbagai syukuran digelar,
antara lain peluncuran CGL
(carrier grade Linux) 5.0,
pemasangan gambar “I'll
celebrating 20 years of Linux
with the Linux
Foundation !” di blog para
pemeluk Linux, dan akan
dipungkasi gelaran selebrasi
LinuxCon di Vancouver,
Agustus nanti.
Dalam usianya yang
menapak kurun 20 tahun,
wajah Linux kini nampak
menggelegak jiwa muda
yang penuh merdeka.
Torvalds sebagai sang bidan,
tentu bergembira melihat
Tux, “anak baptisnya”,
kini sudah menjadi sosialita
sekaligus ikon dunia:
Penguin pahlawan
pembebasan melawan tirani
proprietary dan monopoli
sistem operasi.
Sebagaimana dunia yang
dibundel dalam dua sisi
berbeda, maka Linux seolah
ditakdirkan menjadi
alternatif serasi dari piranti
lunak berkode proprietary.
Seperti sunnah
keseimbangan Yin Yang: ada
ketertutupan jendela, sudah
pasti harus ada pintu yang
terbuka. Saat vendor besar
menjual mahal software
berlisensi resmi, GNU/Linux
menawarkan kemudahan
berbagi pakai lisensi.
Proprietary for capital
branding, Linux for human
being. Sampai di sini, Linux
nampak lebih manusiawi
karena tidak semata
menjejalkan konsep untung
rugi dalam berdagang jual
beli materi.
Transformasi bibit Linux
kemudian memekarkan
semangat FOSS (freeware
open source software) ke
seluruh penjuru dunia,
termasuk disambut meriah
di Indonesia. Ini
dimungkinkan karena filosofi
yang diusung FOSS Linux
lekat secorak dengan nilai
adiluhung keIndonesiaan:
gotong royong,
kesukarelawanan,
kemerdekaan,
kesetiakawanan, keadilan,
dan keswadayaan. Atas
alasan ini pula, penulis hijrah
jadi muallaf Linux sejak
pertengahan 2008, selain
tanggungjawab moral
mengendalikan hama
pembajakan.
Perayaan 20 tahun Linux
seyogyanya dapat
menggugah Indonesia,
khususnya masyarakat
pemerhati dan pengguna TI.
Satu sisi pesatnya
perkembangan teknologi di
negeri ini patut disyukuri,
misalnya dengan melihat
pertumbuhan penjualan
perangkat keras. IDC merilis,
tahun fiskal 2010,
pengiriman komputer PC ke
Indonesia mencapai 62 %.
Data Apkomindo menyebut
penjualan notebook dan
netbook tahun 2010
diperkirakan porsinya
meningkat menjadi 70% dan
akhirnya menjadi 80% pada
2011 dan 2012.
Di sisi lain, fenomena
penggunaan perangkat
lunak bajakan terus
memprihatinkan. Silakan
googling prosentasi
pembajakan software di
Indonesia. Ya, angkanya
masih berkutat di kisaran 86
%, sebagaimana rilisan data
IDC dan BSA. Tentu ini
catatan wanprestasi yang
wajib diakhiri. Alasan harga
mahal saat membeli lisensi
legal dan memilih praktis
menggunakan lisensi
bajakan adalah ciri patologi
pariah..
Bila mau jujur, dua alasan
umum pengguna bajakan itu
sudah terjawab dengan
hadirnya FOSS Linux.
Kemudahan fitur, tampilan
GUI, dan kehandalan isi kini
nyaris menyamai software
komersil berbayar. Paket
sistem operasi dan aplikasi
yang disertakan dalam satu
bundel instalasi, kian
memudahkan penggunaan,
selain hemat di kantong
tentunya. Para pengembang
FOSS Linux Indonesia pun
terus bergerak
menyempurnakan berbagai
celah kelemahan (bug) yang
dikeluhkan. Setidaknya tiada
lagi alasan membajak piranti
lunak, terutama untuk
keperluan rutin perkantoran.
Bicara pengakuan
kehandalan, Linux sudah
merambah luas ke ekosistem
teknologi perkomputeran.
Komputasi awan, server,
sindikasi media, termasuk
internet, kini kian riuh
berLinux ria. Mesin pencari
Google, siapa tidak kenal
dia? Juga fenomena Android
yang kini melejit?
Mereka ternyata pemilih
platform Linux sebagai
jerohan penggeraknya. Dari
sini, keengganan untuk
mencicipi Linux dengan
alasan “gak setenar
bajakan” atau “gak ada
teman” sangat tidak
relevan.
Pemerintah pun sudah
berusaha lewat kampanye
IGOS, meski kini gaungnya
sepi setelah ganti menteri.
Setidaknya masyarakat
punya pijakan kuat untuk
memulai usaha serius ke
arah ini. Fatwa MUI juga
sudah berbunyi, “haram
menggunakan piranti lunak
bajakan ”. Jika itu dianggap
belum cukup berkekuatan
inkracht, cukuplah jejaring
komunitas jadi penggairah.
Seperti pesan Pak
Kusmayanto Kadiman, bahwa
poros pemasyarakatan FOSS
Linux bisa diaktifkan lewat
rangkaian kerjasama ABG+C
(akademisi, bisnis,
goverment+community).
Nah, kekuatan jejaring
community bisa jadi pelopor
kalau misalnya ketiga unsur
ABG memble. Community
diwakili pengembang lokal
yang sangat kuat komitmen
kerelawanannya dan
semangat
keIndonesiaannya. Jadi
kurang endorser apa lagi?
Lebih jauh, ada relevansi nilai
yang mirip bila
menyandingkan filosofi
Linux dan semangat
kemerdekaan Indonesia.
Indonesia memerdekakan
diri dari penjajahan VOC
Belanda, sementara Linux
coba menawarkan
pembebasan lisensi dari
jeratan vendor proprietary.
Kang Onno pernah
memperingatkan, selama ini
jutaan dollar lari ke luar
negeri karena pembelian
sistem operasi berlisensi
proprietary. Selebihnya,
pembelian software bajakan,
selain merugikan negara,
juga entah menguap kemana
peruntukan uangnya.
Maka saatnya ucapkan
selamat milad ke-20 Linux..
Lewat peringatan 20 tahun
kelahiran Linux inilah,
saatnya berpindah ke pilihan
piranti lunak yang murah,
mudah, dan sah. “Hayya
'Alal Linux”. Marilah
berhijrah ke Linux.
Merdekakan diri dari jerat
prorietary. Uang 20 ribuan
yang yang biasanya
digunakan untuk beli piranti
lunak bajakan itu sebaiknya
disumbangkan untuk
pengembangan FOSS Linux
lokal. Tentu ini akan jadi
fenomena keswadayaan
yang membersyukurkan.
Terkait latihan praktik
kejujuran, mulailah dari
lingkungan terdekat.
Misalnya di pekerjaan
komputasi, selalu gunakan
komputer yang bersistem
operasi legal. Bila lisensi
software proprietary terasa
mahal, gunakanlah FOSS
Linux yang harganya ramah
sosial dan terbukti handal.
Anda bisa pilih FOSS Linux
edisi corporate enterprise
atau gratisan yang bebas
tersedia di berbagai mirror
unduhan. Pilihan ini akan
lebih aman dan
menenteramkan daripada
kucing-kucingan dengan
aparat keamanan karena jual
beli lisensi bajakan.
Memilih FOSS Linux juga
mencerminkan kesadaran
berdikari dan proses
berswadaya TI, selain
mendukung-hargai karya
pengembang lokal yang
potensial. Jangan lupakan
juga tanggungjawab sosial
memberangus kriminalitas
pencurian kekayaan
intelektual. Sebagaimana
publik mencerca pembajak
Somalia yang menyandera
warga Indonesia, maka
saatnya kini menghentikan
pembajakan di negeri
sendiri: Gunakan FOSS Linux
dan sudahi penggunaan
lisensi illegal proprietary.
Bersama penulis, mari
bersalaman dengan Tux dan
ikuti ayun langkahnya yang
gemulai yang meliuk-liuk.
Selamat milad atas ijtihat
Torvalds. Selamat
bersemangat Linuxer
semuanya. Sambil syukuran,
terus kumandangkan ajakan
“ Hayya 'alal Linux”
kepada pengguna komputer
di Indonesia.
Tentang Penulis: Gus Adhim
merupakan seorang santri
peminat fotografi, pegiat F/
OSS dan teknologi informasi.
Saat ini, penulis tinggal dan
bekerja di Pondok Pesantren
Sumber Pendidikan Mental
Agama Allah (SPMAA)
Lamongan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar